Trauma dengan Cinta?

Bandung, 15 Desember 2018




Pernah ga sih lo merasakan namanya trauma untuk mencari seseorang untuk mengisi kekosongan hati lo? Pernah ga sih lo disaat lo sayang sama dia, tiba-tiba dia menghilang tanpa kabar? Pernah ga sih lo saat lo down dan lo butuh dia, tapi dia ga ada untuk lo? Pernah?

Gue sendiri sih pernah untuk di pertanyaan pertama............... HAHAHAHA

Ada beberapa orang yang gue amati dan curhat ke gue tentang "perasaan terhadap lawan jenis". Dimana mereka merasakan "trauma", entah yang di selingkuhin, di putusin tiba-tiba si mantan jadian lagi, dan banyak hal lain yang ga bisa gue sebutin satu persatu.

Gue pernah kepikiran, apakah kisah percintaan gue itu yang paling tragis? ternyata banyak orang lain yang lebih parah dari kisah gue. Well, gue merasa bersyukur banget saat gue nangis bombay karena cinta-cinta gituan, gue di marahin abis-abisan sama kakak cowo gue. Tapi, hasil dari gue di marahin itu bisa menyimpulkan "Buat apa nangis untuk cowo yang belum jelas kedepannya buat diri kita". Bener juga sih, belum tentu dia jodoh gue WKWKWK

Apa yang teman gue ceritakan tentang kisah percintaan mereka, cukup unik.

Ada salah satu pengalaman temen gue, sebut saja si X.

Gue tau dia sama mantannya pacaran udah berapa lama, bahkan dari awal jadian hingga muncul masalah-masalah gue udah tau semuanya, cerita si X dari A sampai Z udah hafal. Entah mantannya ga kasih kabar, main game, bahkan parahnya lagi saat ketahuan di selingkuhin ini si X masih maafin. Gue kesel aslinya... Tapi mau ngatain si mantan X, mikir lagi, kakak gue cowo juga takut kena karma.

Setelah drama berkepanjangan, si X putus. 2 minggu yang lalu X hubungi gue dan tanya sama gue, pernah ga gue mengalami trauma sama cinta. Gue jawab, pernah. Ga munafik, ya gimana rasanya lo lagi sayang-sayangnya di tinggalin begitu aja. Sakit. Tapi nasi sudah menjadi bubur, jadi ya udah aja.

Gue tanya ke X ini, kenapa tiba-tiba tanya hal seperti itu. Gue tau si X tipe cewe yang kalau putus yaudah good bye. Akhirnya si X cerita ke gue lewat free call di line. Nangis.

***

Awalnya gue gaada rencana sebenernya ntuk nulis ini, tapi saat gue scroll chat terlintas aja untuk gue nulis ini. Gue berpikir saat itu juga, apakah gue merasakan apa yang X rasakan tentang "trauma soal mengisi hati yang kosong". Gue berusaha menepis pikiran itu, tapi justru semakin gue menepis, hati gue berkata. Iya gue trauma.

Waktu si X cerita ke gue, apa yang gue lakuin? ketawa. Karena gue ga pernah namanya ngerasain separah itu. Tapi, tanpa gue sadari sebenernya itu membuat luka yang cukup pahit. Kenapa gue gapernah sadar tentang itu. Apa gue terlalu sibuk dengan kegiatan-kegiatan kuliah gue, ditambah lagi ada dua orang laki-laki yang selalu bersama gue untuk curhat apapun bahkan tentang perasaan suka terhadap seseorang. Akhirnya gue merenungkan itu semua. Iya gue sebenernya masih merasa trauma, tapi diri gue tidak menyadari itu, karena gue berusaha bahagia dan bersyukur apa yang gue miliki saat ini. Tapi ga di pungkiri kalau terkadang pikiran itu tiba-tiba muncul di benak gue.

Mungkin untuk saat ini ada seseorang yang mencoba menyembuhkan rasa trauma gue.

Apakah gue percaya dengan perlakuan dia ke gue? Tidak. Dia pun tau gue bakalan jawab "tidak".

Sebulan yang lalu, gue memberanikan diri untuk cerita ke Mas Fio kemudian Mas Hafizh, karena Mas Hafizh belum pegukuhan di IPDN jadi telat cerita ke Mas Hafizh. Gue mendapatkan jawaban yang benar-benar di luar ekspetasi gue. Mereka cuma minta gue untuk fokus terhadap pendidikan dulu saat ini. Saat itu gue pingin nangis karena jawaban yang di luar dugaan gue selama gue merangkai kalimat untuk bercerita. Gue berusaha mencerna dengan baik kalimat demi kalimat apa yang mereka sampaikan ke gue. Mereka bukan melarang gue, hanya mereka tau sebenernya gue terlalu rapuh untuk saat ini, dan mereka ga mau gue mengalami hal itu lagi saat ini, dimana gue sekarang bener-bener hectic sama kuliah dan kegiatan yang lain.

***

“Rasakan semua, demikian pinta sang hati. Amarah atau asmara, kasih atau pedih, segalanya indah jika memang tepat pada waktunya. Dan inilah hatiku, pada dini hari yang hening. Bening. Apa adanya.”  ― Dee, Rectoverso

Terkadang ada beberapa orang yang bilang, "lebay lo", "gitu doang udah biasa", "lo yang terlalu berlebihan kali", dan lainnya.

Lebay? NO!

Tiap orang merasakan hal yang berbeda-beda. Mungkin lo bisa bilang gitu karena lo ga pernah mengalaminya. Menyakitkan. Kalau menurut lo itu lebay, apa kabar sama lo dan pacar lo yang menurut gue juga lebay? setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk kisah percintaan mereka, jadi lo tidak bisa menghakimi sepihak saja.

Biasa? mungkin bagi elo iya.

Apa yang gue rasain belum tentu lo rasain, apa yang lo rasain belum tentu mereka rasain. Jangan judge sebelum lo tau bagaimana rasanya. Picisan parah sih gue bilang gini, tapi kenyataannya emang seperti itu.

Gue terlalu berlebihan?

Gue selama ini sudah biasa aja, berusaha berdamai dengan hati, masa lalu, dan kenyataan yang ada. Lo gatau bagaimana tersiksanya saat ada orang yang melakukan tiga hal tersebut. Menyiksa diri. Nangis tiap hari. Menghapus kenangan yang ada. Bahkan berusaha untuk bersikap biasa aja itu tidak semudah itu. Kaya sebuah lirik lagu "Percayalah sayang, berpisah itu mudah. Tak ada kamu di hidupku aku mampu. Namun menghapuskan semua kenangan kita adalah hal yang paling menyulitkan untukku". Menghapus kenangan itu memang sulit.

***

Tanpa gue sadari, sebenarnya gue juga terima kasih terhadap masa lalu gue. Terima kasih untuk kenangan yang telah diberikan, entah kenangan manis bahkan pahit. Kalau ditanya apakah gue memaafkan? Iya. Terima kasih untuk pelajaran hidup yang sudah gue lalui selama bersama. Walaupun gue tau lo tidak ada maksud seperti itu, tapi ga masalah. Doakan gue bisa menemukan kekosongan hati gue kembali tanpa mengingat-ingat tentang trauma yang ada.

Terima kasih juga untuk kedua kakak cowo gue yang selalu ada dan setia mendengarkan gue curhat. Bahkan mengarahkan gue untuk menemukan pengganti masa lalu  gue, mungkin itu yang terbaik buat gue kedepannya.

Terima kasih untuk kamu yang telah mengajarkan aku apa arti kedewasaan sesungguhnya. Selamat untuk kamu yang telah menemukan penggantiku, semoga dia yang terbaik untukmu! Aku sadar, seharusnya memang seperti ini. Jalan terbaik untuk kehidupanku dan kehidupanmu. Aku tidak meminta untuk kita bermusuhan, walaupun penggantiku mungkin merasa khawatir kalau aku merebutmu kembali, tidak. Aku sadar, kamu bukan yang terbaik untukku. Selamat jalan masa lalu!

-Farida🦄









Comments